....Welcome To Karina`s Page...

Jumat, 27 April 2018

Tugas-2 Sofskill Ilmu Budaya Dasar


Lelaki Di Ujung Senja

Ketika keletihan menjatuhkan tubuhku, aku telah sampai ke sebuah gerbang. Susunannya terbuat dari batu-batu masa lampau. Bentuknya melengkung bagaikan busur prajurit kerajaan. Ada sedikit lumut hijau merayapi pada dinding terluarnya.

Dan nun jauh di sana, kulihat padang rumput hijau: luas bagaikan tanpa batas. Tak kulihat apapun hingga ujungnya menyentuh biru langit. Hanya awan-awan putih dengan sepuhan warna keemasan dari matahari yang hampir tenggelam di ufuk sana.

Sekali lagi aku menarik nafas. Kucoba mengumpulkan serpihan tenaga yang masih tersisa. Dalam pada itu, kesepian mencengkram dengan sangat tiba-tiba. Tak kudengar marga satwa. Tak kudengar gerisik daun-daun. Tak pula kudengar desau angin.

Kehidupan seolah-olah terhenti. Membeku dalam sebuah potret pemandangan nan menakjubkan. Karena tanpa kusadari, seberkas cahaya datang bersamaan munculnya seorang putri jelita. Bibirnya merekah lebih indah daripada merahnya mawar. Pipinya putih bercahaya dan kulihat dagunya dalam bentuk paling sempurna. Dan gaun yang ia kenakan membuatku terdiam dalam keterpesonaan.

Hanya saja...ketika kutatatap matanya, aku merasakan beban berat menggelayuti. Setetes air mata jatuh dari perempuan tangguh itu. Maka kulihat keagungan pada dirinya. Perlahan-lahan ia berusaha menguasai dirinya. Dan kudengar untaian kalimah syahdu . . .

"Aku telah melihat lelaki itu.
Jika ia berkata, maka kata-katanya bagai geranjas air di arungan sungai pegunungan: bertenaga dan menyentuh jiwa. Ia memiliki aura yang hanya ada para raja-raja. Lihatlah! Ia begitu lembut tanpa kelemahan. Begitu kuat tanpa kekasaran. Ia dapat memerintah tanpa memaksa.

"Ia adalah seorang raja. Namun kerajaannya ada pada hati manusia. Karena ia telah menumbuhkan rasa cinta di hati kami disebabkan keagungan akhlaknya.

"Ia seorang raja yang membimbing jiwa-jiwa kerdil menuju kedewasaan: mengganti kebiasaan keluh kesah kami dengan kebijaksanaan, mengganti kebiasaan kami yang sering menyalahkan orang lain dengan kemampuan introspeksi diri, dan menjadikan kami menjadi pribadi lebih baik dari hari ke hari.

"Aku telah melihat lelaki itu.

"Ia yang berkata kepadaku 'Milikilah jiwa pemimpin dalam dirimu!'; pemimpin itu memberi tanpa harus meminta. Karena manusia hanya mengharapkanmu mengerti tentang keadaaan mereka, tetapi mereka jarang sekali belajar mengerti keadaan sesamanya.

"Yang mereka tahu adalah engkau menjadi orang yang paling sempurna, memberi tauladan dan kebijaksanaan, tetapi mereka tak mau menerimamu apabila ada setitik noda mengotori akhlakmu itu.

"Mereka adalah para hakim yang senantiasa menilai dirimu dari segenap sisi keburukan, tanpa mau berusaha memperbaiki kekuranganmu serta kekurangan yang ada pada diri mereka.

"Oleh karena itu, jangan menyerahkan hidupmu demi penilaian manusia. Tak peduli apa yang dikatakan manusia, tetaplah berbuat baik sebisamu. Lalu serahkanlah semua itu kepada Tuhan Sang Pencipta."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar